Iklan 3360 x 280
iklan tautan
Patriot NKRI - 11 Anak buahnya tewas diterjang peluru musuh, sedangkan Dimara dan pasukan yang tersisa dijebloskan ke dalam penjara.
Dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Kerajaan Belanda telah mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Pengakuan itu sekaligus mengakhiri operasi militer yang digelar Belanda sebanyak dua kali untuk membubarkan pemerintahan Indonesia yang masih berusia Balita (Foto cover: Operasi Dwikora di Papua).
Dari tiga kesepakatan, hanya satu yang belum bisa disepakati Belanda, yakni melepaskan Papua dan menyerahkannya kepada Indonesia. Dalam KMB, perwakilan Belanda berjanji akan melanjutkan pembahasan mengenai nasib Papua satu tahun setelahnya.
Ternyata, janji tinggallah janji, Belanda malah memperkuat basis pertahanan mereka di Tanah Papua. Aksi tersebut langsung dijawab Indonesia dengan menggelar Operasi Trikora. Ribuan tentara dipersiapkan untuk merebut tanah Papua.
Baca Juga: NGERII..! Inilah Pasukan HANTU KALIMANTAN Yang Bikin Belanda Keok dan Lari Tunggang Langgang..
Dari sejumlah nama yang dikerahkan, muncul satu nama yang kemudian membukukan namanya dalam sejarah Indonesia selama operasi Trikora berlangsung. Dia adalah Johannes Abraham Dimara, putra seorang kepala kampung, Willam Dimara. Seperti apakah perannya?
Johannes Abraham Dimara |
Saat berusia 13 tahun putra asli Papua ini diboyong ke Ambon oleh Elisa Mahubesi untuk memperoleh pendidikan dasar dan diselesaikannya pada 1930.
Masuknya Jepang ke Indonesia membuat Dimara mendaftar sebagai anggota Heiho atau pembantu tentara. Setelah proklamasi dibacakan, Dimara tak mengetahuinya, sebab wilayah Ambon masih berada di bawah kekuasaan Belanda. Saat pertemuan Linggarjati berlangsung, dia masih bekerja sebagai polisi di Pelabuhan Namlea, Ambon.
Kehadiran sejumlah anggota Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) dengan kapal Sindoro dan membawa merah putih menjadi pintu awal tumbuhnya semangat nasionalisme. Kedatangan kapal tersebut melahirkan rasa ingin tahu, hingga membuatnya memutuskan untuk naik ke atas dan menemui kepala kapal.
Di dalam, dia bertemu dengan Kapten Ibrahim Saleh dan juru mudi Yos Sudarso, di sinilah dia mengetahui kemerdekaan Indonesia telah diproklamirkan. Tak hanya itu, Yos Sudarso memintanya untuk membantu menyebarkan berita proklamasi kemerdekaan dan merintis perjuangan di Indonesia timur. Mendengar itu, Dimara bersedia membantu.
Baca Juga: Mengharukan..! Merebus Sepatu Lars Untuk Dimakan. Kisah TNI Merebut Irian Barat
Dimara kemudian menyarankan kapal berlabuh di Tanjung Nametek, tak jauh dan Namlea, karena lebih aman. Setelah pengakuan kedaulatan, Dimara bergabung dengan Batalyon Pattimura APRIS dan ikut dalam operasi militer menumpas RMS. Ketika Trikora berkumandang, Dimara bergabung dalam upaya pembebasan Irian Barat dengan menjadi anggota OPI (Organisasi Pembebasan Irian Barat).
Pertengahan Oktober 1954, Dimara menggelar infiltrasi ke pedalaman Papua bersama 40 anggota pasukannya. Setelah melalui medan yang cukup berat, dia menemui sejumlah penduduk setempat untuk mengangkat senjata dan bertempur melawan Belanda. Namun, upaya ini diketahui dan pasukannya diburu Belanda.
Kekuatan tak seimbang terjadi saat OPI dan Belanda terlibat kontak senjata. 11 Anak buahnya tewas diterjang peluru musuh, sedangkan Dimara dan pasukan yang tersisa dijebloskan ke dalam penjara. Setelah dilepaskan, dia kembali berjuang melawan penjajahan Belanda atas tanah kelahirannya.
Pada 1961, dia ditunjuk sebagai salah seorang anggota delegasi RI ke PBB untuk membicarakan masalah Irian Barat. Begitu kembali ke tanah air, Dimara diangkat menjadi Ketua Gerakan Rakyat Irian Barat. Kala Bung Karno menyerukan Trikora, Dimara pula yang menggalang kekuatan di Papua untuk mendukungnya.
Baca Juga: Sekali Poles...! Gembong PKI KEBAL PELURU Ini TUMBANG di Tangan Sang Letnan.
Pada 15 Agustus 1962, tercapai persetujuan New York Agreement yang mengakhiri konfrontasi militer. Dimara salah satu utusan dari Indonesia yang memperjuangkannya. Dia menjadi tokoh yang pertama kali mengibarkan bendera Merah Putih di tanah Papua.
Saat melakukan parade di depan istana, Dimara mengenakan rantai yang diputus. Soekarno yang melihatnya kagum. Dari sosok Dimara lah, patung 'Pembebasan Irian Barat' dibangun. Patung tersebut menggambarkan seseorang yang mencoba melepaskan diri dari belenggu di tangannya sembari berteriak 'Merdeka!'. Hingga hari ini, patung tersebut masih berdiri dengan gagah di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
Dimara mengembuskan napasnya yang terakhir di Jakarta pada 20 Oktober 2000 lalu. Dia diangkat menjadi salah satu pahlawan nasional.
Baca Juga:
Sumber: merdeka.com